LAPORAN PRAKTIKUM
Uji Kualitatif
Protein
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokimia
Dosen 1: Epa Paujiah, M.Si.
Dosen 2: Asrianty Mas’ud, M.Pd.
Asisten Praktikum: Rizky Maulani
Disusun
Oleh:
Aisah Fitriani (1152060002)
Pendidikan Biologi V/A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2017
I.
Pendahuluan
Protein
merupakan salah satu unsur terpenting penyusun makhluk hidup. Seperti halnya
unsur lainnya seperti karbohidrat, protein juga memiliki sifat dan fungsi. Sifat-sifat dan fungsi protein
ditentukan oleh jenis dan urutan asam amino. Beberapa fungsi utama protein
dalam organisme kehidupan antara lain; sebagai bahan penyusun selaput sel dan
dinding sel, jaringan pengikat, pembentuk membran sel, mengangkut
molekul-molekul lain (hemoglobin) dan sebagai zat antibodi.
Di dalam
kehidupan, protein memegang peranan yang penting pula. Proses kimia dalam tubuh
dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi
sebagai biokatalisator.
Kita dapat memperoleh protein dari bahan makanan yang banyak
mengandung protein, misalnya pada hewan terkandung protein hewani, sedangkan
pada tumbuhan terkandung protein nabati.
1.1.Landasan Teori
Protein adalah
sekelompok senyawa organik yang nyaris keseluruhannya terdiri atas karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein biasanya suatu polimer yang tersusun
atas banyak subunit (monomer) yang dikenal sebagai asam amino. Asam amino yang
biasanya ditemukan dalam protein menunjukkan struktur sebagai berikut (Fried
dan Hademenos, 2006).
Protein merupakan
makromolekul yang paling melimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah
berat kering pada semua organisme. Sebagai makro molekul, protein merupakan
senyawa organik yang mempunyai berat molekul tinggi dan berkisar antara
beberapa ribu sampai jutaan dan tersusun dari C, H, O dan N serta unsur lainnya
seperti S yang membentuk asam-asam amino. Semua protein pada semua makhluk,
dibangun oleh oleh susunan dasar yang sama, yaitu 20 macam asam amino baku yang
molekulnya sendiri tidak mempunyai aktivitas biologis sedang protein sebagai
enzim dan hormon mempunyai fungsi khusus. Disamping itu protein dapat berfungsi
sebagai pembangun struktur, sumber energi, penyangga racun, pengatur pH dan
bahkan sebagai pembawa sifat turunan dari generasi ke generasi (Patong, dkk.,
2012).
Melalui reaksi
hidrolisis protein telah didapatkan 20 macam asam amino yang dibagi berdasarkan
gugus R-nya, berikut dijabarkan penggolongan tersebut : asam amino non-polar
dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Valin, Leusin, Isoleusin,
Prolin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam amino
polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin,
Sistein, Tirosin, Asparagin dan Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang
bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang
bermuatan negatif pada gugus R. Dari ke-20 asam amino yang ada, dijumpai
delapan macam asam amino esensial yaitu valin, leusin, Isoleusin, metionin,
Fenilalanin, Triptofan, Treonin, dan Lisin. Asam amino essensial ini tidak bisa
disintesis sendiri oleh tubuh manusia sehingga harus didapatkan dari luar
seperti makanan dan zat nutrisi lainnya (Samadi,2012).
Pembagian tingkat
organisasi struktur protein ada empat kelas yakni struktur primer, struktur
sekunder, dan struktur tersier. Sedangkan klasifikasi protein dibagi
berdasarkan sifat biologisnya, berdasarkan sifat kelarutannya dan gugus
prostetiknya (Katili, 2009).
Pada struktur primer
ini ikatan antar asam amino hanya ikatan peptida (ikatan kovalen). Struktur ini
dapat digambarkan sebagai rumus bangun yang biasa ditulis untuk senyawa
organik. Pada ikatan ini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang
menghubungkan asam amino dengan satu dan lainnya. Pada struktrur sekunder
dimana rantai asam amino bukan hanya dihubungkan oleh ikatan peptida tetapi
juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Karena ikatan peptida adalah planar maka
dalam satu molekul protein dapat berotasi hanya Ca-N dan Ca-C terhadap sumbu
(struktur primer), sehingga memungkinkan suatu protein yang
disebut a-heliks. Struktur tersier terbentuk karena terjadinya pelipatan
(folding) rantai a-heliks, konformasi b, maupun gulungan rambang
suatu polipeptida, membentuk protein globular, yang struktur tiga dimensinya
lebih rumit daripada protein serabut. Struktur kuartener terbentuk dari
beberapa bentuk tersier dan bisa terdiri dari promoter yang sama atau yang
berlainan. Agregasi dari banyak polipeptida dapat membentuk sebuah protein
tunggal yang fungsional (Patong, dkk., 2012).
Fungsi protein
ditentukan oleh konformasinya, atau pola lipatan tiga dimensinya, yang
merupakan pola dari rantai polipeptida. Beberapa protein seperti keratin rambut
dan bulu, berupa serabut, dan tersusun membentuk struktur linear atau struktur
seperti lembaran dengan pola lipatan berulang yang teratur. Protein lainnya,
seperti kebanyakan enzim, terlipat membentuk konformasi globular yang padat dan
hampir menyerupai bentuk bola. Konformasi akhir bergantung pada berbagai macam
interaksi yang terjadi (Kuchel dan Ralston, 2006).
Dalam ilmu Kimia,
pencampuran atau penambahan suatu senyawa dengan senyawa yang lain dikatakan
bereaksi bila menunjukkan adanya tanda terjadinya reaksi, yaitu: adanya
perubahan warna, timbul gas, bau, perubahan suhu, dan adanya endapan.
Pencampuran yang tidak disertai dengan tanda demikian, dikatakan tidak terjadi
reaksi kimia. Ada beberapa reaksi khas dari protein yang menunjukkan efek/tanda
terjadinya reaksi kimia, yang berbeda-beda antara pereaksi yang satu dengan
pereaksi yang lainnya. Semisal reaksi uji protein (albumin) dengan Biuret test
yang menunjukkan perubahan warna, belum tentu sama dengan pereaksi uji lainnya
(Ariwulan, 2011).
Uji protein dengan
metode identifikasi protein secara kualitatif dapat menggunakan
prinsif (Khoiriah, 2012) :
Uji Biuret :
pembentukan senyawa kompleks koordinat yang berwarna yang dibentuk oleh
Cu²++ dengan gugus –CO dan –NH pada ikatan peptida dalam larutan suasana
basa.
·
Pengendapan dengan logam :
pembentukan senyawa tak larut antara protein dan logam berat.
·
Pengendapan dengan garam :
pembentukan senyawa tak larut antara protein dan ammonium sulfat.
·
Pengendapan dengan alkohol: pembentukan
senyawa tak larut antara protein dan alkohol.
·
Uji koagulasi : perubahan bentuk
yang ireversibel dari protein akibat dari pengaruh pemanasan.
·
Denaturasi protein : perubahan pada
suatu protein akibat dari kondisi lingkungan yang sangat ekstrim.
Berbagai protein
globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda dalam air. Variabel yang
mempengaruhi kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut,
dan temperatur. Pemusahan protein dari campuran dengan pengaturan pH didasarkan
pada harga pH isoelektrik yang berbeda-beda untuk tiap macam protein. Pada
umumnya molekul protein mempunyai daya kelarutan minimum pada pH
isoelektriknya. Pada pH isoelektriknya beberapa protein akan mengendap dari
larutan, sehingga dengan cara pengaturan pH larutan, masing-masing protein
dalam campuran dapat dipisahkan satu dari yang lainnya dengan teknik yang
disebut pengendapan isoelektrik (Patong, dkk., 2012).
Protein yang tercampur
oleh senyawa logam berat akan terdenaturasi. Hal ini terjadi pada albumin yang
terkoagulasi setelah ditambahkan AgNO3 dan (CH3COO)2Pb.
Senyawa-senyawa logam tersebut akan memutuskan jembatan garam dan berikatan
dengan protein membentuk endapan logam proteinat. Protein juga mengendap bila
terdapat garam-garam anorganik dengan konsentrasi yang tinggi dalam larutan
protein. Berbeda dengan logam berat, garam-garam anorganik mengendapkan protein
karena kemampuan ion garam terhidrasi sehingga berkompetisi dengan protein
untuk mengikat air. Pada percobaan, endapan yang direaksikan dengan pereaksi
millon memberikan warna merah muda, dan filtrat yang direaksikan dengan biuret
berwarna biru muda. Hal ini berarti ada sebagian protein yang mengendap setelah
ditambahkan garam (Sri, 2012).
Denaturasi adalah
proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Proses
ini bersifat khusus untuk protein dan mempengaruhi protein yang berlainan dan
sampai yang tingkat berbeda pula. Denaturasi dapat terjadi oleh berbagai
penyebab yang paling penting adalah bahan, pH, garam, dan pengaruh permukaan.
Denaturasi biasanya dibarengi oleh hilangnya aktivitas biologi dan perubahan
yang berarti pada beberapa sifat fisika dan fungsi seperti kelarutan
(Deman,1989).
Sebagian besar protein
dapat diendapkan dari larutan air dengan penambahan asam tertentu seperti, asam
trikloroasetat dan asam perklorat. Penambahan asam ini menyebabkan terbentuknya
garam protein yang tidak larut. Zat pengendapan lainnya adalah tungstat,
fosfotungstat dan metanofosfat. Protein juga diendapkan dengan kation tertentu
seperti Zn2+ dan Pb2+ (Patong, dkk., 2012).
I.2. Tujuan Praktikum
Tujuan setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu
mendeteksi keberadaan protein pada bahan pangan dengan uji kualitatif
berdasarkan perubahan warna yang terbentuk.
II.
Metodologi Pengamatan
2.1.Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan pada tanggal 11 oktober 2017, bertempatan di Laboratorium
pendidikan Biologi UIN sgd Bandung lantai 3.
2.2. Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu Tabung reaksi, Bunsen, gelas
kimia, gelas ukur, rak tabung, penjepit tabung, pembakar spirtus, pipet tetes.
Bahan
yang digunakan pada percobaan ini yaitu putih telur dan reagen NaOH 10%, CuSO4,
larutan ninhidrin, HNO3 pekat, NaOH 40% dll.
2.3.Prosedur Kerja
Pada praktikum
uji kualitatif protein menggunakan 3 metode uji, yaitu :
1.
Uji
biuret : 2 mL larutan uji ditambahkan dengan 1 mL larutan NaOH 10%. Setelah itu
ditambahkan 2-3 tetes larutan CuSO4 akan terjadi warna ungu atau merah bila
positif. Warna biru berarti negative.
2.
Uji
ninhidrin : 3 ml larutan protein ditambahkan 10 tetes larutan ninhidrin.
Panaskan 1-2 menit. Didiamkan sampai dingin akan terbentuk larutan biru.
3.
Uji
xantoprotein : 2 ml larutan uji ditambah 1 ml HNO3 pekat. Panaskan selama 1
menit, kemudian dinginkan di air yang mengalir.,asukan NaOH 40% dalam tabung dengan perlahan-lahan dan
hati-hati sampai terlihat perubahan warna. Warna orange atau kuning tua pada
bidang pembatas menunjukkan reaksi positif.
III.
Hasil
Pengamatan dan Pembahasan
3.1
Hasil Pengamatan
No.
|
Jenis uji
|
Perubahan warna
|
keterangan
|
1.
|
uji Biuret
|
Ungu
|
positif
|
2.
|
Uji ninhidrin
|
Ungu
|
Positif
|
3.
|
Uji xantoprotein
|
Orange
|
positif
|
Gambar 1.4 larutan uji biuret
3.2
Pembahasan
Pada praktikum uji
kualitatif protein kami mengamati larutan uji putih telur dengan menggunakan 3
metode uji. Yaitu uji biuret, uji ninhidrin, dan uji xantoprotein.
Pada uji 1 yaitu uji
biuret, tambahkan 2 ml larutan uji kedalam tabung reaksi, lalu tambahkan dengan
1 ml NaOH 10% dan 3 tetes CuSO4, larutan menghasilkan warna ungu.
Larutan uji positif mengandung peptida. Hal ini ditandai dengan perubahan
larutan uji menjadi warna ungu. Menurut literatur uji biuret adalah salah satu
metode analisis kualitatif protein yang digunakan untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya ikatan peptida dalam suatu sampel. Adanya ikatan peptida
mengidentifikasikan bahwa sampel tersebut mengandung protein. Prinsip dari uji
biuret ini yaitu ion Cu2+
akan bereaksi dengan ikatan peptida dalam suasana basa. Ion Cu2+ yang bereaksi dengan ikatan peptida akan
membentuk senyawa kompleks atau polipeptida warna ungu yang merupakan indikator
hasil uji positif pada uji biuret. Dapat disimpulkan bahwa pada uji biuret ini
positif mengandung peptida.
Uji kedua yaitu uji
ninhidrin. Tambahkan 10 tetes larutan ninhidrin kedalam 3 ml larutan uji,
kemudian panaskan 30 detik – 1 menit. Larutan berubah menjadi warna ungu muda.
Larutan uji positif mengandung asam amino. Hal ini ditandai dengan berubahnya
warna menjadi warna ungu. Menurut literatur uji Ninhidrin terjadi
apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino maka akan terbentuk kompleks
berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara kuntitatif dengan jalan
menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam
amino tersebut. Pada reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4 sehingga asam amino
dapat ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan NH3 yang
dilepaskan. Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna kompleks yang berbeda
warnanya dengan asam amino lainnya. Kompleks berwarna yang terbentuk mengandung
dua molekul ninhidrin yang bereaksi dengan ammonia yang dilepaskan pada
oksidasi asam amino. Hasil uji positif pada uji ninhidrin diberikan pada asam amino
yang mengandung asam α-amino dan peptida yang memiliki gugus α-amino yang
bebas. Dapat disimpulkan pada uji ninhidrin ini positif mengandung asam amino.
Uji terakhir yaitu uji
xantoprotein. Tambahkan 2 ml larutan uji putih telur kedalam tabung reaksi.
Lalu tambahkan HNO3 pekat sebanyak 1 ml. panaskan selama 1 menit,
lalu dinginkan di air mengalir. Tambahkan NaOH 40% kedalam larutan tetes demi tetes hingga
larutan berubah warna. Larutan berubah warna menjadi orange. Larutan uji positif
terdapat asam amino yang memiliki cincin benzen aktif. Hal ini ditandai dengan
berubahnya warna orange pada larutan uji. Menurut literatur Uji
xantoprotein dapat digunakan untuk menguji atau mengidentifikasi adanya senyawa
protein karena uji xantoprotein dapat
menunjukan adanya senyawa asam amino yang memiliki cincin benzene seperti
fenilalanin, tirosin, dan tripofan. Langkah pengujianya adalah larutan yang
diduga mengandung senyawa protein ditambahkan larutan asam nitrat pekat
sehingga terbentuk endapan berwarna putih. Apabila larutan tersebut mengandung
protein maka endapat putih tersebut apabila dipanaskan akan berubah menjadi
warna kuning. Dapat disimpulkan bahwa uji xantoprotein ini mengandung asam
amino yang memiliki cincin benzene.
IV.
Kesimpulan
Dalam praktikum uji kualitatif protein pada putih telur dengan
menggunakan uji biuret hasil positif ditandai dengan perubahan menjadi warna
ungu yang menandakan terdapat peptida. Pada uji ninhidrin hasil positif,
ditandai dengan berubah warna menjadi ungu yang menandakan terdapat asam amino.
Kemudian pada uji xantoprotein hasil positif ditandai dengan berubah warna
menjadi orange yang menandakan terdapat asam amino yang memiliki cincin benzene.
V.
Daftar
Pustaka
Deman, M. John. 1997, Kimia
Makanan, Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Fried, G. H. dan Hademenos, G. J.,
2006, Schaum’s Outlines Biologi Edisi Kedua. Eralangga :Jakarta.
Kuchel, P. dan Ralston G. B.,
2006, Biokimia Schaum’s Easy Outlines, Penerbit Erlangga : Jakarta.
Patong, A.R., dkk., 2012, Biokimia
Dasar, Lembah Harapan Press : Makassar.
Page, D., S., 1998, Prinsip-prinsip Biokimia, Erlangga : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar